Beranda | Artikel
Catatan Penting dalam Ibadah Puasa Ramadhan
Minggu, 21 Juni 2015

Buletin At-Tauhid edisi 24 Tahun XI

alhamdulillah-marhaban-ya-ramadhan

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du

 

Setiap ibadah akan bernilai sempurna ketika ibadah itu dilakukan sesuai tuntunan. Salah satu bentuk kasih sayang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada umatnya adalah beliau menjelaskan kepada umatnya berbagai macam aturan dan panduan dalam beribadah. Termasuk diantaranya, aturan ketika puasa. Beliau ajarkan secara rinci kepada umatnya bagaimana agar mereka bisa melakukan ibadah puasa secara sempurna. Berikut kita akan bahas beberapa aturan terkait ibadah puasa:

Pertama, pastikan puasa anda mengikuti pemerintah

Setiap tahun, rakyat selalu mengharapkan agar awal puasa, Idul Fitri dan Idul Adha di Indonesia berjalan seragam. Namun sayang, harapan mereka seringkali dikecewakan dengan adanya perbedaan yang terus bertambah. Hingga sebagian merasa putus asa untuk bisa merayakan idul fitri bersama. Setidaknya ada 3 bulan penting yang menjadi acuan kaum muslimin dalam beribadah, bulan Ramadhan, terkait ibadah puasa, bulan Syawal, terkait waktu Idul Fitri, dan bulan Dzulhijah, terkait puasa Arafah, Idul Adha, dan berkurban.

 

Terlepas dari metode yang digunakan masing-masing ormas, hal terpenting yang perlu kita pertanyakan, siapakah yang berwenang dan memiliki otoritas untuk menetapkan awal bulan yang terkait dengan waktu ibadah di atas? Barangkali ada yang menjawab, semua ini dikembalikan kepada ijtihad masing-masing ormas. Masing-masing berhak untuk menetapkan awal bulan sesuai ijtihadnya. Jika demikian jawabannya, tidak bisa kita bayangkan, andaikan Mekah-Madinah ada di Indonesia. Masyarakat muslim yang behaji di Indonesia akan melakukan wuquf di Arafah pada hari yang berbeda-beda. Hari ini wukuf ormas A, besok wukuf ormas B, besoknya lagi wukuf ormas C, dst.

 

Kita layak bersyukur, Allah tidak meletakkan lokasi perjalanan ibadah haji di Indonesia. Susah untuk dibayangkan, bagaimana carut-marutnya umat jika wukufnya berbeda-beda. Oleh karena itu, satu hal penting yang patut kita pahami bahwa di sana ada ibadah yang hanya bisa dilakukan secara berjamaah. Dan itulah ibadah yang pelaksanaannya dikaitkan dengan bulan tertentu. Ketika penentuan ibadah ini dikembalikan kepada ormas, selamanya akan menjadi pemicu perselisihan dalam menentukan awal bulan. Lebih-lebih, ketika masing-masing memiliki metode yang berbeda. Untuk itulah, Allah jadikan hilal sebagai acuan waktu ibadah bagi seluruh manusia.  Allah berfirman, yang artinya, “Mereka bertanya kepadamu tentang hilal. Jawablah, hilal adalah mawaqit (acuan waktu) bagi manusia dan acuan ibadah haji.” (QS. Al-Baqarah: 189).

 

Secara bahasa, hilal disebut hilal, sebab dia ustuhilla bainan-nas (terkenal di tengah masyarakat). Syaikhul Islam menjelaskan, “Hilal adalah nama (acuan waktu) ketika dia terkenal. Karena Allah jadikan hilal sebagai acuan waktu bagi seluruh umat manusia dan untuk acuan haji. Dan semacam ini hanya bisa terjadi ketika dia dikenal masyarakat dan sangat masyhur.” (Majmu’ Fatawa).

 

Kedua, jangan lupa sahur

Ada banyak keutamaan makan sahur yang ditunjukkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam agar kita termotivasi untuk melakukannya. Bukan hanya soal menjaga sumber energi, tapi sahur itu sendiri bernilai ibadah. Diantara keutamaan tersebut adalah:

  1. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjanjikan adanya keberkahan dalam hidangan sahur. Sehingga sahur bisa menjadi salah satu cara untuk ngalap berkah. Dari Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sahur-lah kalian, karena dalam makan sahur itu ada keberkahan.” (Muttafaq ’alaih)
  2. Agar puasa kita beda dengan puasa ahli kitab

Dari ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perbedaan antara puasa kita dan puasa Ahli Kitab (Yahudi dan Nashrani) adalah makan sahur.” (HR. Muslim). Berarti dengan sahur, anda menyatakan diri anda beda dengan ahli kitab.

  1. Agar kita mendapat shalawat dari Malaikat

Dari Abu Sa’id al-Khudri, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Makan sahur adalah makan penuh berkah. Janganlah kalian meninggalkannya walau dengan seteguk air, karena Allah dan malaikat-Nya bershalawat kepada orang yang makan sahur.” (HR. Ahmad, shahih).

Anda bisa perhatikan bagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memotivasi kita agar tidak meninggalkan sahur.

 

Ketika, jangan sia-siakan waktu yang mustajab

Ketika anda sahur di penghujung malam, sadari bahwa anda sedang berada di waktu yang mustajab untuk berdoa. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Rabb kita Ta’ala turun ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam terakhir. Dia berfirman (artinya), “Siapa saja yang berdo’a kepada-Ku, maka akan Aku kabulkan. Siapa yang meminta kepada-Ku, maka akan Aku beri. Siapa yang meminta ampunan kepada-Ku, maka akan Aku ampuni.” (Muttafaq ’alaih). Orang-orang saleh menjadikannya salah satu kesempatan untuk memperbanyak istighfar. Allah sebutkan salah satu sifat orang yang bertaqwa dalam al-Quran, yang artinya,  “Dan orang-orang yang meminta ampun di waktu sahur.”  (QS. Ali Imran: 17). Di ayat lain, Allah sebutkan, yang artinya, “Mereka selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar. ” (QS. Adz Dzariyat: 18). Karena itu, perbanyak berdoa dan istighfar ketika anda sedang sahur.

 

Keempat, jadilah manusia berwibawa ketika puasa

Sudah seharusnya kita menjadi manusia yang berbeda pada saat kita berpuasa dan ketika sedang tidak puasa. Seorang mukmin yang berpuasa, dia akan menjadi orang yang sangat berwibawa. Karena upaya mereka untuk menjaga diri dari setiap maksiat dan perbuatan yang menurunkan martabat. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ”Jika kamu sedang berpuasa, janganlah berkata rafats (jorok), berteriak-teriak dan bersikap bodoh (maksiat). Jika ada yang memaki atau mengajak bertengkar, katakanlah, “Saya sedang puasa” 2x” (HR. Ahmad dan Bukhari). Dalam sebuah riwayat, sahabat Jabir mengingatkan, ”Jika kamu berpuasa, maka puasakanlah pendengaranmu, penglihatanmu dari segala yang haram, dan jagalah lisanmu dari kedustaan. Hindari mengganggu tetangga. Jadikan diri anda orang yang berwibawa dan tenang selama puasa. Jangan jadikan suasana hari puasamu sama dengan hari ketika tidak puasa. (HR. Ibnu Abi Syaibah)

 

Kelima, sibukkan dengan baca al-Qur’an

Bulan Ramadhan adalah bulan al-Quran. Karena itu hendaknya seorang muslim memberikan porsi perhatian yang lebih terhadap al-Quran di bulan ini. Allah berfirman, yang artinya, “Bulan Ramadhan yang di dalamnya –mulai- diturunkannya Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia.” (QS Al-Baqarah: 185). Berusaha memperbanyak hafalan al-Quran, sebagaimana dicontohkan langsung oleh Jibril bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dari Abu Hurairah, “Jibril mendatangi untuk mengajarkan al-Qur’an kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setiap tahun sekali (pada bulan ramadhan). Pada tahun wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Jibril mendatangi dan mengajarkan Al-Qur’an kepada beliau sebanyak dua kali.” (HR. Bukhari).

 

Keenam, segerakan berbuka

Menyegerahkan berbuka ternyata bukan masalah sederhana. Ada banyak dalil yang menunjukkan bahwa islam memberikan penekanan bagi umatnya untuk bersegera dalam berbuka. Diantaranya,

  1. Allah menetapkan batasan dalam setiap ibadah yang Dia wajibkan. Dalam ibadah puasa, Allah menetapkan batas waktunya antara terbit fajar hingga tenggelam matahari. Allah berfirman, yang artinya, Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu terbit fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al-Baqarah: 187). Menyegerahkan berbuka puasa, hakekatnya memenuhi batasan yang Allah berikan dalam beribadah. Dan Allah mencintai ketika orang memenuhi batasan yang Dia tetapkan. Allah berfirman, yang artinya, “Itu adalah ketentuan‏ ‏dan batasan‏ ‏Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, ‎niscaya Allah memasukkannya kedalam surga.  (QS. an-Nisa: 13‎)
  2. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjanjikan umatnya akan selalu mendapatkan kebaikan selama menyegrahkan berbuka. Dari Sahl bin Sa’ad, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Umat Islam senatiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” (Muttafaqun ‘alaih). Kaum muslimin mendapatkan kebaikan ketika menyegerahkan berbuka karena mereka mengikuti sunah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,  “Umatku akan senantiasa berada di atas sunahku, selama mereka tidak menunggu terbitnya bintang ketika berbuka. (HR. Ibnu Hibban, shahih).
  3. Menyegerahkan berbuka merupakan pembeda antara cara puasa kaum muslimin dengan cara puasanya yahudi dan nasrani. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, Agama ini akan senantiasa menang, selama umatnya menyegerahkan berbuka. Karena yahudi dan nasrani mengakhirkan berbuka. (HR. Abu Daud, shahih). Semua realita ini terbukti. Hingga al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan, Dulu umat islam selalu menyegerahkan berbuka, hingga mereka sekarang menunda berbuka. Adzan tidak dikumandangkan sampai matahari betul-betul  jauh terbenam. Mereka menyangka agar semakin yakin. Mereka mengakhirkan berbuka dan menyegerakan sahur, meninggalkan sunah. Karena itu, kebaikan mereka sedikit, dan banyak keburukan di tengah mereka. Allahul musta’an. (Fathul Bari).

 

Kita bisa saksikan, orang syiah dengan segala penyimpangan dan kesesatannya, ternyata mereka memiliki tradisi menunda berbuka. Kita bisa lihat korelasi aqidah sesat syiah dengan kebiasaan buruk mereka menunda waktu berbuka.

 

Ketujuh, beri hidangan berbuka bagi orang yang puasa

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjanjikan pahala besar bagi orang yang memberi hidangan berbuka puasa. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa memberi makan orang yang berpuasa, maka baginya pahala seperti orang yang berpuasa tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa itu sedikit pun juga.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, dan shahih). Al-Izz bin Abdis Salam menuliskan, Siapa yang memberi hidangan berbuka sebanyak 36 orang dalam setahun, berarti dia seperti mendapat pahala puasa setahun. (Maqashid as-Shaum, hlm. 18). Karena, ketika kita memberikan hidangan berbuka satu orang, mendapat pahala puasa sehari. Dan satu amal dilipatkan 10 kali. Sehingga 36 orang sama dengan 360 hari.

 

Demikian, semoga bermanfaat,

Allahu a’lam

 

Penulis : Ust. Ammi Nur Baits, ST (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)


Artikel asli: https://buletin.muslim.or.id/catatan-penting-dalam-ibadah-puasa-ramadhan/